Referat ke-2
Kedokteran nuklir memiliki peranan dalam bidangmemiliki peranan dalam bidang onkologi dan telah digunakan lebih dari tiga dekade untuk membantu membantu diagnosis, rencana pengobatan, dan evaluasi menilai respon terhadap pengobatan pada pasien dengan kanker.
Pencitraan dikembangkan dan digunakan secara luas in- vivo digunakan untuk evaluasi proses seluler, seperti proliferasi, apoptosis, interaksi ligan atau reseptor, transportasi substrat, dan metabolisme nutrisi pada sel kanker,, Ssalah satu aplikasi ilmu kedokteran nuklirnya dalam hal tersebut adalah dengan menggunakanpencitraan menggunakan radiofarmaka 99mTcechnetium- sestamibi.
Tujuan utama pemeriksaan sestamibi ini adalah untuk mendeteksi non-invasive biokimia, molekuler dan petanda histologi tumor agresif, invasive dan resisten terapi, dimana dapat memberikan kriteria rasional dari strategi terapi pada pasien-pasien kanker.
99mTech99mTcechnetium yang dilabel dengan -sestamibi awalnya dikembangkan sebagai agen radiofarmaka untuk pemeriksaan perfusi miokard, yang d dan kemudian digunakan sebagai agen pencari tumor di berbagai kasus neoplasma. , 99mTechnetium sestamibi muncul sebagai sarana untuk mengeksplorasi proses seluler spesifik dan fungsi dalam tumor ganas.
Karakteristik 99mTechentium sestamibi
Penggunaan sestamibi pertama kali dipublikasikan oleh Holman dkk pada tahun 1984., Holman mempublikasikan pengalamannya pada manusia menggunakan sestamibi dan digunakan sangat baik sebagai agen pencitraan miokardial.
99mTechnetium merupakan radionuklida yang ideal digunakan dalam pencitraan kedokteran nuklir di Amerika Serikat. 99mTechnetium ini tidak memiliki emisi partikel, waktu paruh 6 jam, dominan photon (98%) dengan energy dengan energi 140 keV yang diperolehdari peluruhan dari peluruhan 99Mo yang memilikilibdenum yang memiliki waktu paruh 67 jam dalam sistem generator.
2-methoxyisobutyl isonitrile (99mTechnetium-sestamibi) awalnya dikembangkan sebagai agen pencitraan miokard, kemudian digunakanmerupakan radiofarmaka yang digunakan untuk pencitraan berbagai jenis neoplasma sehingga .4 Sestamibi juga dikenal sebagai agen pencari tumor.4, Rtermasuk radiofarmaka tersebut yang dapat masuk ke dalam sel dengan merespon potensial trans-membran elektronegatif yang tinggi yang terakumulasi di dalam mitokondria.
Sestamibi sebagai substrat transport P-glycoprotein (Pgp)., langsung berhubungan dengan angka Pgp pada pasien kanker payudara yang tidak diterapi.9 SKarena karakteristik sestamibi estamibi terdiakumulasi tinggi di jaringan tumor sepetinggi didalam mitokondria, maka mibi juga aktif pada berbagai tumor ganas, seperti pada sarcoma, otak, paru-paru, payudara dan kanker tiroid.2
Studi terbaru juga menunjukkan bahwapotensi pencitraan sestamibi mempunyai potensi untuk deteksi dini kekambuhan kanker berbagai organ.
Faktor utama yang mempengaruhi mekanisme uptakeuptake sestamibi yaituyaitu lipofilitas, yang memungkinkan transportasi pasif melalui membrane sel tumor, dan uptake aktif didisera mitokondria di dalam sel. Sel dengan mitokondria lebih banyak menunjukkan konsentrasi sestamibi yang tinggi pula.
Sestamibi diekskresikan melalui liver, dan ginjal. Akumulasi sestamibi tinggi pada liver dan spleen setelah 60 menit pasca-injeksi.
Monoligand seperti isonitrile mempunyai peranan penting terutama pada Tc-99m-berlabel SPECT pada oksidasi +1, yang sering pada 99mTc-mibi kompleks. Radiofarmaka yang sering digunakan dalam dunia dagang adalah cardiolite. Molekul 6 single isonitrile (sebagai monoligand) berikatan dengan atom 99mTechnetium. Ligan isonitrile sendiri mudah menguap dan berbau, tembaga digunakan sebagai precursor dalam pelabelan. Pemanasan dibutuhkan dalam pelabelan. Preparasi dilakukan dengan menambahkan 1-3 ml TcO4- (5,5 GBq) untuk melipolisis terakis-(2-methoxyisobutylisonitrile)tembaga(I)-tetrafluoroborate dan stannous chloride digunakan untuk mereduksi agen, lalu dipanaskan 1000C selama 10 menit dan didinginkan kemudian siap diinjeksikan. Quality control dilakukan dengan meneteskan sampel pada kromatografi (Aluminium oxide; Baker-Flex IB-F) dan dikembangkan di dalam ethanol.
Preparasi sestamibi :
Ø Sebelum menambahkan 99mTc-pertechnetate ke dalam botol, botol diperiksa dengan hati-hati bila ada kerusakan.
Ø Sarung tangan tahan air harus dipakai selama prosedur persiapan. Lepaskan disk plastic dari botol dan usap bagian atas penutup botol dengan alcohol untuk membersihkan permukaan.
Ø Dengan jarum suntik steril, injeksikan 99mTc-pertechnetate 20-150 mCi sebanyak 1 sampai 3 ml ke dalam botol, tarik jarum suntik sedikit untuk mempertahankan tekanan udara di dalam botol.
Ø Tambahkan 0.9% NaCl untuk dilusi.
Ø Kocok kuat-kuat, sekitar 5 sampai 10 gerakan ke bawah dan ke atas dengan cepat.
Ø Pindahkan vial dari timbal masukkan ke dalam air mendidih, masak selama 10 menit.
Ø Angkat vial dan biarkan selama 15 menit.
Ø Ambil sestamibi yang bersih dan bebas dari partikel-partikel lain.
Ø Kalibrasi radioaktivitas 99mTechnetium sestamibi, dan mencatat konsentrasi, volume, dan tanggal.
Ø Simpan sestamibi pada suhu 150 sampai 250C, dapat digunakan sampai 6 jam kemudian.
Pencitraan S99mTechnetium sestamibi
SSestamibi dikenal sebagai agen pencitraan tumor. Teretensi di dalam sel tumor mitokondria berhubungan dengan perfusi dan gradian elektrik, dan refleksi viabilitas sel. Retensi sestamibi dapat dipengaruhi beberapa faktorRetensi sestamibi dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti multidrug resistence membran protein (Pgp dan MRP1) dan anti-apoptosis protein BCl-2.
Pada tahap awal apoptosis sel, akumulasi dan dan penangkapan sestamibi berkurangpenangkapan sestamibi berkurang. Sestamibi dapat digunakan sebelum terapi untuk mendeteksi resistensi obat, menilai anti-apoptosis dan memprediksi keberhasilan terapi. SSestamibi tidak dapat membedakan antara apoptosis yang sedang berlangsung dengan resistensi terapi. Penelitian sebelumnya telah menyatakan bahwa sestamibi tidak hanya menggambarkan lesi tetapi juga memberikan informasi yang berkaitan dengan karakteristik tumor menggambarkan lesi tetapi juga memberikan informasi yang berkaitan dengan karakteristik tumor.
Mekanisme ppenangkapan dan retensiretensi sestamibi
Sestamibi masuk ke dalam sitoplasma membran sel melalui proses difusi pasif melintasi membran plasma dan difusin difusi aktif masuk ke membran mitokondria. Akumulasi sestamibi di mitokondria (90%) terjadi karena perbedaan negatifitas potensial membran sel dan membran mitokondria. Pada kPada keganasan terjadi peningkatan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga potensial negatifitas membran juga meningkat.23 Berdasarkan penelitian in-vitro penangkapan sestamibi 4 kali lipat lebih tinggi pada sel keganasan dibandingkan pada jaringan normal.24 Transpor selular sestamibi juga dipengaruhi oleh tingkat apoptosis, proliferasi sel, dan angiogenesis sehingga dapat digunakan untuk melihat metabolisme selular pada tumor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penangkapan sestamibi :
1. Perfusi sestamibi ke dalam sel tumor.
SSestamibi sebagai kation lipofilik, memiliki kemampuan difusi yang tinggikemampuan difusi , dan retensi yang sangat tergantung dari aliran darah dari tumor. UptakeUptake sel tumor terhadap sestamibi dipengaruhi oleh peningkatan aliran darah ke dalam sel tumor bila yang meningkat dibandingkan dengan jaringan sekitarnya.
Sebagian besar sel nekrosis disertai dengan suplai darah yang kurang dan mengalami hipoksia sehingga secara signifikan dapatdapat mengurangi uptakeuptake sestamibi pada tumor. Jaringan hipoksia merupakan faktor penting dalam menentukan respon tumor terhadap terapi, dan terjadinya sel hipoksia pada tumor merupakan salah satu penyebab utama kegagalan dari kemoterapi dan radioterapi.
2. Pengaruh gradien listrik pada uptake sestamibi oleh sel tumor.
Mekanisme uptake uptake dan retensi sestamibi telah dipelajari secara intensif dalam berbagai model in vitro. Sestamibi masuk masuk secara pasif ke dalam sel yang ke dalam sel yang di dorong oleh potensial trans-membran ((ΔΨ)) yang dihasilkan di dalam sel hidup (-150 sampai -170 mV, muatan negatif di dalam sel).
3. Penuruguranganan uptakeuptake sestamibi dalam sel tumor pada awal tahap apoptosis.
Modifikasi membran plasma dan potensial membran mitokondria terjadi pada tahap awal apoptosis. AAkumulasi sestamibi akan berkurang di dalam sel yang mengalami apoptosis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi sestamibi
A. Mediasi penurunan retensi sestamibi oleh transporter sel membran
Multidrug resisten (MDR) gen (MDR1), gen yang mengkodekan trans membrane glikoprotein (Pgp), dapat menggambarkandapat menggambarkan karakteristik resistensi terhadap banyak obat. Pgp bertindak sebagai pompa efluks pada sel tumor yang memompa keluar berbagai obat sitotoksik dalam spektrum luas yang berbeda secara struktural dan fungsional, sepertiantara lain: doxorubicin, etoposide, paclitaxel, vincristine. Penurunan akumulasi sestamibi intraselular dapat disebabkan oleh dapat disebabkan oleh peningkatan efluks oleh transporter membran Pgp.
Perkembangan studi terakhir menunjukkan bahwa multidrug resisten sering dihubungkanhubungkan dengan meningkatnya ekspresi P-glycoprotein (Pgp), yaitu suatu protein trans-membran berat molekul 170,000,yang dikode dengan gen MDR1.
Akumulasi seluler agen kationik berbanding terbalik dengan tingkat ekspresi Pgp. Pada kemoterapi, penurunan uptakeuptake sestamibi sering berhubungan dengan ekspresi permukaan molekul-molekul seperti P-glycoprotein (Pgp) dan multridrug resistence-associated protein (MRP). Oleh karena itu, tumor yang tidak menangkapmenangkap sestamibi lebih memungkinkan untuk gagal dalam merespon kemoterapi. Akan tetapi, ekspresi transporter ini tidak selalu bisa menjelaskan radioresistance sel tumor tersebut tersebut. Akibatnya, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor lain selain ekspresi Pgp transporter dapat terlibat dalam terbatasnya uptakeuptake sestamibi oleh sel tumor.
Keterlibatan glutathione sebagai co-faktor dalam penurunan sestamibi berhubungan dengan MRP ekspresi dalam sel tumor. Mekanisme efluks sestamibi oleh pompa MRP tidak diketahui, tetapi keterlibatan glutathione, glukuronat atau konjugat sulfat bermuatan negatif mungkin dapat terjadi. Jadi, uptakeuptake sestamibi rendah pada sel kanker tidak hanya terkait dengan dengan Pgp tetapi juga untuk ekspresi pompa MRP.6
Penurunan retensi sestamibi pada perubahan mitokondria sel tumor
Tumor yang tidak dapat mengaktifkan mekanisme apoptosis dalam merespon signal kematian sel berpotensial resisten terhadap pada terapi. Apoptosis adalah proses yang sangat diatur, dansedangkan mitokondria memainkan perananan penting dalam kontrol apoptosis. Proses apoptosis ditentukan oleh peningkatan awal permeabilitas mitokondria dan pelepasan sitokrom c dan protein larut lainnya yang terlibat dalam fase degradasi apoptosis. Perubahan permiabilitas mitokondria dalam merespon kematian sel diatur oleh protein Bcl-2. Protein Bcl-2 termasuk death antagonists seperti Bcl-2 itu sendiri, Bcl-X dan death antagonists seperti Bax dan Bak.
Ekspresi yang berlebihan dari anti-apoptosis protein Bcl-2 melindungi berbagai variasi tipe sel dari induksi apoptosis oleh banyak agen anti-kanker yang berbeda. Bcl-2 adalah protein diluar membran mitokondria yang mencegah pelepasan permeabilitas membran mitokondria dan sitokrom c yang dipicu oleh sinyal kematian. Tingginya kadar Bcl-2 ditemukan pada beberapa kanker dan berhubungan dengan resistensi pada kemoterapi dan radioterapi.
Penurunan kadar apoptosis dan ekspresi yang berlebih Bcl-2 ditemukan pada kanker payudara dapat menggagalkan akumulasi sestamibi di dalam sel kanker.
Penggunaan sestamibi pada kasus onkologi
Pencitraan dilakukan 10 sampai 20 menit setelah injeki 20 sampai 25 mCi (740-925 MBq) dalam pembuluh darah di lengan kontralateral ke sisi lesi yang dicurigai. Suntikan di kaki disarankan pada pasien kanker payudarakaki jika kedua payudara harus dicitra. Dosis ini berdasarkan pada standar kamera gamma. Karena ada sedikit sestamibi yang wash-outkeluar dari lesi ganas, delay scan mungkin diperlukan dapat dilakukan, jika dibutuhkan hingga 2 jam. Setelah sestamibi diinjeksikan secara intravena, sestamibi didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah, lokalisasi di miokardium, tiroid, kelenjar ludah, limpa, ginjal, kandung kemih, paru-paru, otot rangka, hati, kandung empedu, usus kecil dan usus besar.
Pada kasus kankerpencitraan molekuler payudara, sestamibi telah dilaporkan memiliki kepekaan dan spesifisitas 80 % sampai 90 %. Pencitraan mamografi menggunakan kamera gamma secara signifikan meningkatkan deteksi kanker payudara solid pada 7,5 per 1000 wanita.a. Pada sebuah penelitian, sensitivitas mamografi sendiri adalah 27%, sedangkan sensitivitas mamografi yang digabung dengan sestamibi menjadi 91%.
SSestamibi juga dikenal untuk mengidentifikasi adanya hiperfungsi kelenjar paratiroid otonom. Perbandingan morfologi dan fungsional sangat menunjukkan bahwa sestamibi tidak hanya mengungkapkan pembesaran paratiroid tetapi juga dapat mengidentifikasi adanya hiperfungsi jaringan paratiroid. Sestamibi tidak hanya menunjukkan pembesaran paratiroid tetapi juga dapat mengidentifikasi adanya hiperfungsi jaringan paratiroid.
Mekanisme patofisiologi
SSestamibi diketahui terberkonsentrasi di dalam mitokondria. Mitokondria penting dalam patofisiologi dan terapi kanker dan memiliki peran sentral dalam kehidupan dan kematian sel. Mitokondria merupakan sisi mutasi genetikbagian sel yang terkait dengan karsinogenik. Mutasi genetik dan apoptosis berhubungan dengan perubahan potensial membran mitokondria. Kegagalan tumor dalam untuk menunjukkan meretensi sestamibi memberikan beberapa penjelasan yang akan kita bahas selanjutnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi sestamibi pada sel tumor yang resisten terhadap obat:
1. Pengurangan retensi sestamibi oleh tranporter sel membran.
Gen multidrug resistence yaitu gen MDR1, gen yang mengkode trans membran glikoprotein, P-glikoprotein (Pgp), adalah karakteristik terbaik dalam mekanisme resistensi terhadap banyak obat-obatan. Telah ditemukan bahwa Pgp bertindak sebagai pompa penghabisan, pengangkutan keluar dari sel tumor dari berbagai struktur dan obat sitotoksik fungsional terkait seperti doxorubicin, etoposid, paclitaxel, vincristine dan masih banyak lagi.
Seperti obat-obatan, banyak tanda pengganti fungsi Pgp in vivo, seperti 99mTc-berlabel lipofilik radiofarmasi kationik, dapat dipompa keluar dari sel dengan ekspresi MDR yang berlebihan. SSestamibi berinteraksi dengan Pgp disebarkan oleh substrat. Penurunan substrat di dalam intraseluler adalah hasil dari transporter membran yang menurun. Akumulasi agen kationik seluler berbanding terbalik dengan tingkat ekspresi Pgp. Peningkatan sestamibi di dalam sel tumor dilihat setelah terpapar modulator MDR atau kemosensitiser seperti verapamil, diklosporin A, GG918 (elacridar) dan PSC 833 (valspodar) yang memodulasi fungsi Pgp dan peningkatan konsentrasi intraseluler dari obat-obat kemoterapi. Saat kemoterapi, uptakeuptake sestamibi yang rendahkurang sering dikaitkan dengan ekspresi molekul permukaan sel Pgp dan multidrug resistence-associated protein (MRP). Oleh karena itu, tumor yang tidak menyerapterkonsentrasi sestamibi lebih mungkin untuk gagal dalam merespon terapi. Namun ekspresi transporter ini tidak dapat selalu menjelaskan radioresisten sel tumor. Akibatnya, faktor lain selain ekspresi tranporter Pgp yang terlibat menjadi terbatas pada uptake sestamibi..
Keterlibatan glutathione sebagai co-faktor dalam reduksi akumulasi sestamibi berhubungan dengan ekspresi MRP pada sel tumor. Mekanisme ketiadaan sestamibi oleh pompa MRP tidak diketahui., tetapi keterlibatan glutathione, glucuronate atau sulfat konjugat bermuatan negatif mungkin terjadi. Jadi uptakeupt sestamibi rendah dalam sel kanker tidak hanya terkait oleh Pgp tetapi juga ekspresi pompa MRP.
2. Penurunan retensi sestamibi pada perubahan mitokondria sel tumor.
Tumor yang tidak dapat mengaktifkan sinyal apoptosis dalam menanggapi sinyal kematian berpotensi resisten terhadap terapi. Apoptosis merupakan proses yang sangat diatur dan mitokondria memerankan peran yang sangat penting dalam pengendalian apoptosis. Yang mennentukan dalam proses apoptosis adalah peningkatan awal dalam permiabilitas membran mitokondria dan pelepasan sitokrom c. Perubahan pada permiabilitas membran mitokondria dalam merespon kematian sel dibawah kontrol famili Bcl-2. Famili Bcl-2 termasuk antagonis kematian sel seperti Bcl-2 dan Bcl-X dan agonis kematian sel seperti Bax dan Bak. Over ekspresi protein anti-apoptosis Bcl-2 melindungi berbagai tipe sel dari induksi apoptosis oleh banyak agen anti-kanker yang berbeda. Bcl-2 merupakan protein di luar membran mitokondria yang mencegah terjadinya permiabilitas membran mitokondria dan merilis sitokrom c oleh sinyal kematian.6 Penurunan indeks apoptosis yang ditandai dengan Bcl-2 ditemukan pada karsinoma payudara yang gagal diakumulasi oleh sestamibi.
Ketiadaan uptakeuptake awal sestamibi menunjukkan tingkat perfusi yang rendah pada tumor atau tingginya Bcl-2 yang mencegah akumulasi sestamibi. Perubahan uptakeuptake sestamibi padadi fase awal apoptosis yang diperoleh pada obat-obatan mungkin menunjukkan adanya Bcl-2 pada sel tumor. Pencitraan sestamibi mungkin memiliki peranan prognostik penting untuk mengetahui keuntungan dari penggunaan inhibitor Pgp atau Bcl-2 antagonis. Kemanjuran Bcl-2 inhibitor sendiri atau dalam kombinasi dengan kemoterapi dapat diuji oleh pencitraan sestamibi.
Perubahan sinyal kematian dibawah kendali keluarga Bcl-2.12 Keluarga Bcl-2 termasuk kematian antagonis seperti; Bcl-2 dan Bcl-XL dan kematian agonis seperti; Bax, Bak, Bid, dan Bad.13 Bila ditemukan perbandingan antara protein anti-apoptosis dan pro-apoptosis menunjukkan sel akan merespon sinyal apoptosis. Over-ekspresi protein anti-apoptosis Bcl-2 melindungi variasi tipe sel dari induksi apoptosis oleh berbagai agen anti-kanker.14 Bcl-2 merupakan protein yang berada di luar membrane mitokondria, envelope inti, dan reticulum endoplasmik dan berguna untuk mencegah permiabilitas membran mitokondria dan mencegah lepasnya sitokrom c oleh sinyal kematian.13 Kadar Bcl-2 tinggi sering ditemukan pada pasien kanker dan berkorelasi dengan resisten relatif pada regimen kemoterapeutik dan radioterapi.
Anti-apoptosis Bcl-2 yang berlebihan mencegah uptake sestamibi pada kanker payudara.14 Banyak studi klinis menunjukkan nilai prognosistik uptake uptake sestamibi dalam memprediksi respon tumor terhadap terapi pada pasien dengan keganasan yang berbeda, sestamibi dan analog 99mTc-berlabel agen substrat dari P-glikoprotein (Pgp).
Kadar Pgp yang tinggi pada tumor memang dapat menyebabkan transportasi sestamibi cepat keluar, mengurangi uptake uptake pada sel, terutama pada waktu yang tertunda setelah diinjeksikan.
Kanker paru
Kanker paru merupakan penyebab utama kematian pada semua penyakit kanker. Penyebab terpenting dari kanker paru adalah merokok. Harapan hidup 5 tahun tergantung stadium saat terdiagnosis. KUntuk memfasilitasi penentuan terapi dan prognosis, kanker paru secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu small cell lung cancer dan non-small cell lung cancer. Non-small cell lung cancer merupakan kanker paru tersering (80% kejadian pada kanker paru). Secara histologi, non-small cell lung cancer adalah adnocarsinoma, squamous cell carcinoma, small cell carcinoma, dan large cell carcinoma. Small cell lung cancer biasanya lebih agresif dan cepat tumbuh sel kanker. Diagnosis histologis dapat ditegakkan dengan sitologi sputum, torasentesis, biopsi kelenjar getah bening bila ada, bronkoskopi, neddle aspirasi cairan thoraks, torakotomi. Non-small cell lung cancer tingkat lanjut diterapi dengan multi-modalitas termasuk radioterapi, kemoterapi dan tindakan paliatif. Kemoterapi yang dikombinasi dengan radioterapi merupakan terapi yang sering dilakukan pada small cell lung cancer.
Pencitraan sering dilakukan untuk menentukan diagnosis kanker paru. Secara umum dilakukan dengan menggunakan chest x-ray, CT scan dan MRI. Akan tetapi, nodul pulmonal dan massa yang ditemukan sering kali menjadi dilemma terutama pada yang solid, yang dikelilingi oleh jaringan paru normal, dan ukuran tidak lebih dari 3 cm tanpa adanya hilus atau adenopati mediastinum (nodul solid pulmonary). Teknik pencitraan konvensional memiliki akurasi diagnostik yang terbatas karena interpretasinya tergantung pada ukuran lesi dan temuan nonspesifik lainnya.
Temuan radiologi yang diduga keganasan adalah dengan adanya penebalan dinding rongga dan gambaran nodul, sedangkan adanya kalsifikasi lebih cenderung berhubungan dengan tumor jinak. Prosedur invasif seperti bronkoskopi dan transbronchial atau transthoracsisc biopsi memiliki sennsitivitas kurang dari <80%.
Kemampuan sestamibi dalam mendeteksi keganasan paru telah dievaluasi pada beberapa studi. Secara keseluruhan sensitifitas, spesifisitas, Pada kebanyakan pasien, sestamibi SPECT menunjukkan 100% spesifisitas dan positive predictive value, sensitivitas, akurasi, dandan negative predictive value sestamibi dalam mendeteksi keganasan paru adalah 8690%, 9100%, 100% dan 57%dan 63%.
Pencitraan CT thorax merupakan prosedur standar untuk mendiagnosis dan menentukan stejing dari kanker paru. Pencitraaan CT thorax sangat baik tetapi mempunyai keterbatasan dalam mendeteksi nodul metastasis (sensitivitas 62% sampai 73%, spesifisitas 62% sampai 86%). S Sestamibi dalam penelitian Mario Nosotti dkk, mempunyai spesifisitas dan positive predictive value (PPV) dalam mendeteksi metastasis KGB mediastinal, sedangkan sensitifitas, akurasi dan negative predictice value (NPV) sebesar 54.5%, 88.5%, 86.6% dalam mendeteksi metastasis KGB mediastinal.
SSestamibi berguna dalam metode pencitraan noninvasive dalam memonitor respon terapi pada kanker paru, mempunyaierlihatkan sensitivitas 90% dan spesifisitas 100%.
Prosedur pencitraan sestamibi pada paru biasanya dilakukan 2 fase, yaitu fase awal dan fase tertunda. Pencitraan dilakukan dibagian dada. Fase awal dilakukan 10 menit setelah diinjeksikan sestamibi dengan dosis 740 MBq. Pencitraan tertunda dilakukan 60 sampai 120 menit setelah injeksi.
Multiple Myeloma
Multiple Myeloma adalah kelainan hematologi ganas dengan yang karakteristikdikarakteristikkan oleh proliferasi sel plasma klonal dan produksi yang berlebihan pada imunoglobulin monoklonal. Multiple myeloma merupakan sepuluh persen dari semua keganasan hematologi.
Beberapa tahun terakhir, angka kumulatif harapan hidup dan kualitas hidup meningkat dengan pemberian kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi stem sel. Gejala klinis penting untuk menentukan modalitas yang dipakai. Pencitraan anatomi secara signifikan kurang mampu mendeteksi keterlibatan tulang maupun sum-sum tulang pada multiple myeloma, terutama pada awal penyakit. Oleh karena itu modalitas pencitraan seperti 18F-FDG PET/CT, pencitraan 99mTechnetium sestamibi dan MRI perlu dilakukan.
Diagnosis dan stejing multiple myeloma berdasarkan kriteria standar, termasuk infiltrasi sel plasma sum-sum tulang, lesi tulang osteolitik, dan komponen monoklonal dalam urin. SSestamibi terkonsentrasi pada sel plasma keganas,an dan menangkap difus berkorelasi dengan persentase infiltrasi sel plasma dan jumlah komponen monoklonal. Lagipula, hal ini menunjukkan, bahwa penangkapan sestamibi sum-sum tulang dapat mengidentifikasi myeloma aktif dan ekstensi dan intensitas penangkapan radiofarmaka.
Stejing secara klinis penting untuk menentukantapkan terapi. Pencitraan konvensional secara signifikan kurang untuk melihat keterlibatan tulang dan sum-sum tulang, terutama pada fase awal penyakit. Oleh karena itu, modalitas pencitraan yang lebih canggih termasuk 18F-FDG PET/CT, sestamibi dan MRI dapat digunakan untuk meningkatkan pengelolaan pasien multiple myeloma dengan cara non-invasif. Pada kebanyakan studi, sSestamibi dapat mendeteksi gambaran positif pada 40 % kasus dengan hasil X-ray negatifrif. X-ray konvensional memperlihatkan lesi litik hanya saat bone kortikal mengalami kerusakan lebih dari 40%. Ditambah,
Terdapat 3 gambaran yang dapat dilihat dari pencitraan sestamibi pada proliferasi sel plasma : a) normal, dengan uptake fisiologis pada glandula saliva, tiroid, jantung, liver, limpa, susu halus dan kandung kemih; b) uptake difus pada tulang c) fokal, pada tulang atau jaringan lunak. Gambaran campuran antara difus dan fokal juga sering terjadi. Gambaran difus pada sestamibi berkorelasi dengan difus dan persentase infiltasi sel plasma sehingga respon klinisnya akan rendah. Oleh karena itu, gambaran difus pada sestamibi dapat diinterpretasikan dengan faktor prognosis yang jelek.
Tumor otak
Tumor otak primer diklasifikasikan secara mikroskopis sesuai dengan jenis sel dominannya dan dinilai berdasarkan ada atau tidaknya jenis patologisnya: Sel tumor glia (astrocytic tumor, astrocytoma, glioblastoma, gangliocytoma, central neurocytoma), tumor embrio (medulloblastoma), tumor kranial dan syaraf spinal (schwannoma dan neurofibroma), tumor meningeal (meningioma), tumor mesenkimal (sarcoma dan hemangioblastoma), limfoma cerebral, tumor germ sel (teratoma dan craniopharingioma), tumor pituitary gland dan tumor metastasis.
Tumor otak primer sering kali berlokasi pada fossa kranial posterior pada anak-anak dan di dua per tiga anterior hemisphere cerebral pada dewasa. Sidik perfusi otak dahulu digunakan untuk konfirmasi adanya masa di serebral yang curiga keganasan pada pemeriksaan klinis. Saat ini CT scan dan MRI CT dan MRI sekarang menjadi metode pencitraan yang lebih sensitif dalam mendeteksi lesi neoplasma, membedakan antar ganas dan jinak, melihat ukuran lesi dan melihat struktur disekitar lesi.
Pada pasien dengan lesi supratentorial, sestamibi SPECT otak menunjukkan secara signifikan tinggi uptake dan tinggi target to background ratio pada high grade daripada low grade glioma. Hubungan antara uptake sestamibi dan grade tumor juga ditemukan pada kasus astrocytoma tetapi tidak pada glioblastoma, dimana uptake sestamibi bervariasi karena adanya gambaran solid dan kistik pada pasien. Oleh karena itu uptake sestamibi terlihat tinggi pada meningioma dikarenakan aliransupply vascular, sedangkan pada parenkim normal tidak terlihat.
Secara histologi, tingginya indeks retensi sestamibi terjadi pada glioblastoma dibandingkan metastasis tumor. Disamping itu, tingginya uptake dan retensi sestamibi pada glioma malignant, washout dari metastasis tumor otak lebih banyak dari pada glioblastoma.
Limfoma
18F-FDG PET saat ini merupakan prosedur pencitraan yang akurat dalam diagnosis, stejing, dan follow up limfoma. Ssestamibi dan 99mTechnetium tetrofosmin yang digunakan, karena radiofarmaka tersebut dieliminasi lewat gastro-intestinal, untuk melihat daerah diafragma sulit untuk dilihat, sama halnya dengan 67Gallium skintigrafi. Pada sudi komparatif dengan sestamibi dan 67Gallium SPECT pada Hodgkin maupun non-Hodgkin limfoma, sensitivitas dan spesifisitas nya 71% & 76%,dan 68% & 44%. Sensitifitas massa residual 44% pada pemeriksaan sestamibi maupun 67Gallium SPECT, spesifisitas 80% untuk sestamibi dan 53% 67Gallium SPECT.
Studi yang lain menyatakan, akurasi diagnosis pemeriksaan sestamibi untuk mendeteksi lesi pada limfoma adalah 85%, tetapi, dengan akurasisinya tinggi yaitu yaitu 94% pada pasien non-Hodgkin, sedangkan dan Hodgkin (72%).
Kegunaan pemeriksaan sestamibi digunakan untuk memprediksi respon kemoterapi pada limfoma malignant juga dilaporkan pada anak-anak. Pada orang dewasa, peranan pemeriksaan sestamibi dapat digunakan sebagai prediktor kemoterapi, dibandingkan pemeriksaan ekspresi P-gp, ekspresi MRP, dan faktor-faktor lain. Negatif P-gp dan ekspresi MRP, positif 99mTechnetium sestamibi, atau klirens tumor pada double-phase pemeriksaan sestamibi sebelum pengobatan menunjukkan prediksi respon kemoterapi yang bagus, dimana pasien dengan respon kemoterapi jelek mempunyai gambaran pemeriksaan sestamibi negatif dan positif P-gp atau ekspresi MRP.Prosedur pemeriksaan sestamibi pada limfoma dilakukan 20 sampai 30 menit pasca-injeksi sestamibi.
Tumor tulang
Tumor tulang primer sering terjadi pada anak-anak maupun dewasa muda, pada dewasa yang lebih tua akan lebih seringg terjaditerjadi. Tumor tulang yang sering dijumpai adalaah osteosarcooma, Ewig’s sarcoma, chondrosarcoma, histiositoma fibrous malignant, fibrosarcoma, dan chordoma. Osteosarcoma merupakan tumor ganas tulang yang sering terjadi. TSering terjadi pada tulang panjang. Ewing sarcoma sering terjadi pada tengah tulang panjang, ini lebih agresif dan biasanya terjadi pada usia antara 4 sampai 15 tahun. Chondrosarcoma menjadi urutan kedua pada tumor tulang dan 15 % dari kejadian tumor tulang. Tumor tulang tumbuh pada sel kartilagoo dan dapat menjadi agresif atau relatif lambat. Tidak seperti tumor tulang lainnya, chondrosarcoma sering terjadi pada usia diatas 40 tahun.
Beberapa studi menyatakan bahwa perubahan uptake sestamibi dari sebelum dan sesudahpre ke post- kemoterapi mungkin dapat menggambarkan respon darimenggambarkan efek kemot kemoterapi itu sendiri pada pasien dengan bone sarcomas. Pencitraan sestamibi yang dilakukann ditengah-tengah siiklusus kemoterapi pada pasien dengan tumor tulang dan jaringan lunak dapat dilakukantelah disarankan sebagai perdiksi yang akuratn dari respon kemoterapi akhir, dengan positif predictive value 93% dan negative predictive value 85%.
Paratiroid
Pencitraan aratiroid sestamibi skintigrafi banyak digunakan untuk lokalisasi preoperatif hiperfungsi glandula pada pasien hiperparatiroid. Pencitraan dapat dilakuang dengan dua cara: dapat dilakukan dengan dua prosedur :
1) prosedur substraksi prosedur, dengan menggunakan sestamibi dan 99mTc pertechnetate dan
99mTc-pertechnetate atau 123I dapat diberikan pertama kali, diikuti 99mTechnetium sestamibi, atau 99mTechnetium sestamibi dahulu lalu 99mTc-pertechnetate. Pada 123I atau 99mTechnetium pertechnetate digunakan sebagai agen pencitraan yang pertama kali, pencitraan dilakukan 4 jam atau 10 menit pasca-injeksi. Lalu, 99mTechnetium sestamibi diinjeksikan dan pencitraan dilakukan 10 menit kemudian. Saat 99mTechnetium pertechnetate diinjeksikan setelah pencitraan menggunakan 99mTechnetium sestamibi dilakukan, pasien diimobilisasi 15-30 menit setelah injeksi 99mTechnetium pertechnetate, kemudian dicitra selama 10 menit.
2) pencitraan prosedur dua fase.
Jika teknik substraksi digunakan, 99mTc-pertechnetate atau 123I dapat diberikan pertama kali, diikuti 99mTechnetium sestamibi, atau sestamibi dahulu lalu 99mTc-pertechnetate. Pada 123I atau 99mTechnetium pertechnetate digunakan sebagai agen pencitraan yang pertama kali, pencitraan dilakukan 4 jam atau 10 menit pasca-injeksi. Lalu, sestamibi diinjeksikan dan pencitraan dilakukan 10 menit kemudian. Saat 99mTechnetium pertechnetate diinjeksikan setelah pencitraan sestamibi, pasien diimobilisasi 15-30 menit setelah injeksi 99mTechnetium pertechnetate, kemudian dicitra selama 10 menit
Jika dilakukan dua fase, sestamibi diinjeksikan dan pencitraan pertama dilakukan 10 menit kemudian; pencitraan tertunda dilakukan 1,.5 sampai 2,.5 jam kemudian.
Skintimammografpihy
Kanker payudara merupakan penyebab tersering kematian pada wanita di negara berkembang. Secara statistik, satu dari sembilan wanita akan menderita kanker payudara selama hidupnya. Pasien dengan kanker payudara danyang telah terdideteksi lebih awal akan mempunyai angka harapan hidup yangnya lebih tinggi.
PDisamping pemeriksaan klinis, pencitraan untuk kanker payudara primer menggunakanadalah mammografiphy, yang memiliki nilai diagnostik yang tinggi dalam mendeteksi lesi payudara. Sensitivitas sestamibi dalam mendeteksi kanker payudara primer pada pasien yang teraba masa adalahyaitu antara 84%-100%, spesifisitas antara 72%-100%, tetapi kurang sensitifsedangkan untuk tumor payudara yang ukurannya kurang dari 10 mm dan untuk mendeteksi metastasis kelenjar limfe di aksila. sestamibi kurang sensitive.
SSsestamibi diinjeksikan di vena dorsalis pedis dengan dosis 740 MBGg, 5-10 menit kemudian dilakukan pencitraan planar, dengan matrix 256x256 , waktu akuisisi 10 menit pada posisi lateral dan anterior,. Selama 20-30 menit kemudian dilakukan pencitraan SPSPECT/CT. Pencitraan planar dan SPECT//CT diinterpretasikan menjadi normal dan abnormal. Akumulasi radiofarmaka secara fokal di daerah payudara masuk dalam criteria abnormal. Pada penelitian Holger dkk, sensitifitas dalam mendeteksi kanker payudara primer 838% untuk pencitraan planar, dan 883% untuk SPECT/CT, sedangkan spesifitasnya 803% dan 830%. Pada pencitraan planar dan SPECT/CT, penangkapan radioaktivitas di nodul kelenjar getah bening mempunyai sensitivitas 82%.
Karsinoma nasofaring
Karsinoma nasofaring sering terjadi di daerah tenggara Cina dan diterapi dengan kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi. Diagnosis awal sangat penting. Diagnosis tumor primer biasanya dengan pemeriksaan biopsi. Penyebaran tumor ke daerah paringeal dan retroparingeal, kelenjar getah bening, paru-paru, dan tulang dapat di deteksi dengan CT, MRI dan sidik tulang. Sestamibi dapat digunakan untuk mendeteksi karsinoma nasofaring dengan sensitifitas 70%-97%. Pencitraan dengan sestamibi dilakukan seluruh tubuh dan dengan menggunakan SPECT dapat mendeteksi metastasis.
Karsinoma nasofaring
Karsinoma nasofaring sering terjadi di daerah tenggara Cina dan diterapi dengan kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi. Diagnosis awal sangat penting. Diagnosis tumor primer biasanya dengan pemeriksaan biopsi. Penyebaran tumor ke daerah paringeal dan retroparingeal, kelenjar getah bening, paru-paru, dan tulang dapat dideteksi dengan CT, MRI dan sidik tulang. Sestamibi dapat digunakan untuk mendeteksi karsinoma nasofaring dengan sensitifitas 70%-97%. Pencitraan dengan sestamibi dilakukan secara seluruh tubuh dan dengan menggunakan SPECT untuk mendeteksi metastasis jauh.
Sestamibi selain digunakan untuk pencitraan perfusi jantung, dapat juga digunakan dalam bidang onkologi, salah satunya dapat sebagai sebagai agen pencarian dalam berbagai neoplasma, untuk melihat proses seluler yang spesifik dan fungsi dalam tumor ganas. Sehingga, sestamibi dapat membantu menegakkan diagnosis, follow up dan melihat respon terapi
Pemeriksaan dengan menggunakan sestamibi dapat membedakan antara inflamasi atau residu pada pasien pasca-terapi..
DAFTAR PUSTAKA
Katarina Nikoletic, Silvija Lucic, dkk. Lung 99m Tc-MIBI scintigraphy: impact on diagnosis of solitary pulmonary nodule. Association of Basic Medical Sciences of FBIH. 2011. p. 174-180
Silvana Del Vecchio, dkk. 99mTc-MIBI in the evaluation of Breast cancer biology in Breast cancer. Milano. 2007. p. 71-82
3. Stefan Guhlke. Radiochemistry and radiopharmacy of the SPECT-Tracer sestamibi in Jan Buceris in 99mTechnetium sestamibi. Bonn; 2012 p. 1-6
4. Masaya Furuta, dkk. 99mTc-mibi scintigraphy for early detection of locally recurrent non-small cell lung cancer treated with definitive radiation theraphy. Europa Journal Nuclear Medicine Molexular Imaging. Koshigaya; 2003. p. 982-987
5. Fred A Mettler, Milton J Guiberteau. Essential of Nuclear Medicine. Philadelphia; 2012. p. 1-21
Jean Luc,dkk. To use MIBI or not to use MIBI? That is the question when assesing tumour cells. Europa Journal Nuclear Medicine Molecular Imaging. Ankara; 2005. p. 836-842
Delmon-Moingeon, Piwnica Worms, dkk. Uptake of the cation hexakis (2-methoxyisobutylisonitrile)-technetium-99m by human carcinoma cell lines in vitro. Cancer Res. 1990. p. 2198-2202
Kroemer,dkk. The mitokondrial death/life regulator in apoptosis and necrosis. Annual review physiology. Romainville; 1998. p. 619-642
9. Ciarmiello, dkk. Tumor Clearance of Technetium 99m-Sestamibi
as a Predictor of Response to Neoadjuvant Chemotherapy for Locally Advanced Breast Cancer. Journal of Clinical Oncology. Milan; 1998. p. 1677-1683
10. David Fuster, dkk. Role of pre-operative imaging using 99mTc-MIBI and neck ultrasound in patients with secondary hyperparathyroidism who are candidates for subtotal parathyroidectomy. Europa Journal Nuclear Medicine Molecular Imaging. Barcelona; 2006. p. 467-473
Rutledge, dkk. A view ro a kill: ligands for Bcl-2 family proteins. California. Current Opinion in Chemical Biology; 2002. p. 479–485
Gross, dkk. Bcl-2 family members and the mitochondria in apoptosis. Genes Dev; 1999. p.1899-1911
Cory S, dkk. The Bcl-2 family: regulators of the celluler life or death switch. National Review Cancer; 2002. p. 647-656
Bcl-2 overexpression prevents 99mTc-MIBI uptake in breast cancer cel lines. European Journal of Nuclear Medicine and Molecular Imaging; 2004. p. 521-527
Reed JC. Mechanisms of apoptosis avoidance in cancer. Curr opin Oncology; 1999. p. 68-75
Gotterman MM,dkk. Multidrug resistence in cancer: role of ATP-dependent transporters. National Review Cancer; 2002. p. 48-58
Jan Buceris, dkk. Sestamibi clinical applications. Maastricht. Spinger; 2012. p. 25-30
Mario Nosotti, Luigi S, dkk. Role of 99mTc-Hexakis-2-Methoxy-Isobutylisonitrile in the Diagnosis and Staging of Lung cancer. Cest Jurnal. 2002. p. 1361-1364
19. Rosa Fonti, dkk. 18F-FDG PET/CT, 99mTc-MIBI, and MRI in Evaluation of Patients with Multiple yeloma. Napoli; 2008. p. 195-200
Karuna Luthra, Abhay Bhave, Rd Lele. Tc-99m sestamibi scanning in multiple myeloma a new look with SPECT-CT. Journal of the association of physicians of india. 2014. p. 1-12
21. Florence Prigent, Le Jeune. Sestamibi technetium-99m brain sigle-photon emission computed tomography to identify recurrent glioma in adults201 studies. Journal of neuro oncology. 2006. p. 177-183
22. Fred A Mettler,dkk. Non-PET neoplasma imaging and radioimmunotherapy in essentials of nuclear medicine imaging 6th edition. Elsevier; 2012. p. 348-360
23. Vecchio SD, Salvatore M. Tc-99m-MIBI in the evaluation of breast cancer. Eur J Nucl Med Mol Imaging.2004;31:88-89.
24. Goldsmith SJ, Parson W, Guiberteau MJ, Stern LH, Lanzkowsky L, Weigert J, dkk. Society of Nuclear Medicine (SNM) practice guideline for breast scintigraphy with breast-specific gamma-cameras. J Nucl Med Technol.2010. p. 219-224
25. Enrico Balleri, dkk. 99mTc sestamibi scintigraphy in multiple myeloma and related gammopathies: auseful tool for the identification and follow-up of meyloma bone disease. Genova; 2001. p. 78-84
Barbaries, dkk. Uptake of cationic technetium complexes in cultured human carsinoma cells and human xenografts. Nuclear Medicine Biology. Boston; 1998. p. 667-673
Johnstone, dkk.Apoptosis: a link between cancer genetics and chemotherapy. Cell; 2002. p. 153-164
Green, dkk. Mitochondria and apoptosis. Science; 1998. p. 1309-1312
Del Vecchio S, dkk. In vivo detection of multidrug-resistant (MDR1) phenotype by technetium-99m sestamibi scan untreated breast cancer patients. Europa Jurnal Nuclear Medicine; 1997. p. 150-159
Holger Palmedo, Axel Schomburg, Frank Grunwald, dkk. Technetium-99m-MIBI Scintigrapy for suspicious breast lesions. The journal of nuclear medicine; 1996. p. 626-630
31. Goldsmith SJ, Parson W, Guiberteau MJ, Stern LH, Lanzkowsky L, Weigert J, dkk. Society of Nuclear Medicine (SNM) practice guideline for breast scintigraphy with breast-specific gamma-cameras. J Nucl Med Technol.2010. p. 219-224.
Leonard Fass. Molecular Oncology 2. Science Direct.2008. p. 131
Pui, Margaret. Imaging of nasopharyngeal carcinoma with Tc-99m mibi. Clinical nuclear medicine. p. 29-32
Chia-Hung Kao, Yu-Chien Shiau. Detection of recurrent or persistent nasopharyngeal carcinomas after radiotherapy with technetium-99m methoxyisobutylisonitrile single photon emission computed tomography and com puted tomography. American Cancer Society. p. 1-6
Robert H, Lurie, dkk. Hodgkin and nono-hodgkin lymphoma. Cancer treatment and research. Springer. 2002. p. 363-412.
Pui, Margaret, dkk. Imaging of nasopharyngal carcinoma with tc-99m mibi. Clinical nuclear medicine. p. 29-32.
Chia Hung Kao, Yu Chien Shiau, dll. Detection of recurrent or persistent nasopharyngeal carcinomas after radiotherapy with technetium-99m methoxyisobutylisonitrile single photon emission computed tomography and computed tomography. American cancer society. 2001. p. 1981-1986.
No comments:
Post a Comment